Posts Tagged ‘mitos’
RENDAH DIRI SAAT BERINTIM-INTIM
Posted March 19, 2008
on:RENDAH DIRI SAAT BERINTIM-INTIM
Memang repot bila salah satu pihak merasa minder. Entah secara fisik maupun psikis. Segera cari penyebabnya agar tak mengganggu hubungan perkawinan.
Ternyata banyak hal bisa membuat suami atau istri mengalami krisis kepercayaan diri alias enggak pede ketika menghadapi pasangannya di ranjang. Gara-gara “termakan” mitos, misalnya, bahwa hubungan seks yang “sehat” adalah 5 kali seminggu sementara yang biasa dilakukannya “hanya ” 2 kali seminggu. “Dia lalu jadi minder karena tak bisa berbuat sebanyak itu,” kata pakar psikologi klinis UI, Dr. Sukiat. Atau hanya pria atletis dan perempuan seksi yang bisa mencapai kepuasan di ranjang. “Jadi, begitu istri merasa tubuhnya mulai gemuk, dia jadi malu dan enggan melayani suami karena tak percaya diri. Padahal, bisa saja kemampuan seksnya tetap normal. Jadi, mind setting-nya dibentuk oleh bacaan atau informasi yang ‘salah’ tentang seks.”
Kaum pria juga kerap merasa minder secara fisik. Biasanya jika berkaitan dengan ukuran genitalnya yang dianggapnya “kecil” dan tak seperti gambaran yang ideal. Akhirnya, ia khawatir tak bisa memuaskan istri.” Padahal, yang penting bukan besar-kecilnya, melainkan fungsinya.
Istri yang menjelang menopause, jelas Sukiat, juga kerap minder karena merasa kemampuan seksnya tak sedahsyat dulu. “Biasanya ditandai dengan keengganannya melakukan hubungan intim dengan suami.”
Kegagalan hubungan intim akibat rasa minder, juga bisa disebabkan hal-hal yang bersifat psikologis. Sebut saja kesenjangan status sosial. “Tiap kali mau berhubungan, suami langsung lemas. Ternyata, setelah konsultasi dengan ahli, suami yang berasal dari gologan ‘biasa’ itu merasa tak layak berhubungan dengan istrinya yang ‘ningrat’.”
- In: anak | artikel
- 3 Comments
JENIS KELAMIN BAYI TIDAK TERGANTUNG PADA POSISI
Mau anak laki-laki, miringlah ke kanan saat berhubungan intim. Mau anak perempuan, miring ke kiri. Ah, itu, kan cuma mitos. Jadi, bagaimana yang benar?
“Anaknya berapa, Bu?” “Sudah dua.” “Wah, pas, dong, sesuai KB.” “Ah, tapi saya masih mau nambah. Soalnya anak saya laki-laki semua.”
Pameo anak laki-laki dan perempuan sama saja, rupanya masih belum berlaku mutlak. Kenyataannya, dalam sebuah keluarga masihlah belum lengkap jika semua anaknya lelaki atau perempuan. Keinginan untuk menambah anak dengan alasan demikian masih dapat kita jumpai di mana-mana. Dan bukan tidak mungkin keinginan menambah itu terus berulang karena jenis kelamin anak yang diharapkan tak muncul-muncul, kendati sudah beranak empat atau lima.
Ditambah lagi adat dan budaya masyarakat yang masih membedakan anak berdasarkan jenis kelamin. Misalnya saja pada masyarakat yang menganut paham patrilineal. Anak laki-laki jelas menjadi dambaan karena diharapkan bisa meneruskan garis keturunan. Sebaliknya, masyarakat dengan paham matrilineal, anak perempuanlah yang paling diharapkan kelahirannya. Read the rest of this entry »
ANEKA MITOS SEPUTAR KEHAMILAN
Posted March 14, 2008
on:ANEKA MITOS SEPUTAR KEHAMILAN
Biasanya begitu kita hamil, muncullah aneka “nasehat” yang berbau anjuran dan larangan. Tidak boleh ini, harus itu, dan sebagainya. Padahal, seringkali itu cuma mitos belaka.
“Wah, bayimu pasti perempuan. Soalnya, sejak hamil kamu jadi senang berdandan. Dulu mbakyumu juga begitu. Pokoknya, tebakan Ibu nggak pernah meleset, deh!” kata seorang wanita baya tentang calon cucunya.
Ternyata tebakannya memang benar. Yang lahir seorang bayi wanita mungil dan cantik. “Tuh, benar, kan, kata Nenek. Kamu memang sudah kelihatan perempuan sejak dalam kandungan ibumu,” tutur sang nenek bahagia sambil menggendong cucunya.
Benarkah bahwa ibu hamil yang senang bersolek pertanda ia bakal melahirkan bayi perempuan? Sementara ibu hamil yang cenderung malas dan emoh berdandan pasti akan melahirkan bayi lelaki?
Secara medis, tentu saja hal itu tak ada kaitannya. Karena yang menentukan bayi itu laki-laki atau perempuan adalah sperma ayah. Tapi, namanya juga mitos, sah-sah saja berlaku di tengah masyarakat. Yang jelas, mitos ini berkembang dari mulut ke mulut dan akhirnya cenderung dipercaya sebagai sebuah kebenaran. Read the rest of this entry »
Recent Comments